
I. LATAR BELAKANG
Dalam praktik bisnis pelaku usaha kerap terlibat dalam proses tender atas proyek berskala kecil hingga besar yang melibatkan sejumlah pelaku usaha melalui mekanisme tender dengan sejumlah proses pelaksanaan yang telah ditetapkan secara patut. Tidak jarang para pelaku usaha melakukan berbagai cara untuk memenangkan proyek yang sedang di tender, dimana tidak sedikit pelaku usaha terlibat pada tindakan persekongkolan dalam proses tender sebuah proyek. Hal tersebut dapat mengakibatkan pelaku usaha yang terlibat tindakan persekongkolan menghadapi masalah hukum.
Monopoli alamiah lahir dari persaingan usaha yang sehat dimana tidak terdapat pelaku usaha lain yang mampu terlibat dalam pasar yang bersangkutan. Dalam praktiknya, monopoli yang bersifat alamiah dapat terdiri dari lelang, kontes kecantikan (beauty contest), siapa cepat dia dapat (first-come-first-serveI), hak kakek (grandfather rights), atau lotere (Marten Jansen (Ed), 2004). Bahwa persekongkolan dalam sebuah tender menimbulkan praktik monopoli pasar yang melanggar ketentuan peraturan perundang undangan, hal mana para pelaku usaha yang terlibat dalam tindakan persekongkolan dapat dihukum dengan berbagai jenis hukuman seperti hukuman pidana, pembayaran sejumlah denda, hingga pencabutan izin usaha.
II. POKOK PERMASALAHAN
Bagaimana perspektif Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur ketentuan persekongkolan dalam proyek tender?
III. ANALISIS
Ketentuan persekongkolan diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU 5/1999”) yang berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”
Bahwa terhadap ketentuan di atas mengatur beberapa unsur yang terdiri sebagai berikut:
1. Unsur Pelaku Usaha
Bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat 5 UU 5/1999 mengatur bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan berbadan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dimaksud dengan badan usaha yang berbadan hukum adalah Perseroan Terbatas, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perum, Perjan, Persero, Yayasan, dan Koperasi dimana setiap tanggung jawab hukum badan usaha yang berbadan hukum terletak pada perusahaan dengan tidak melibatkan harta kekayaan dari para pendiri perusahaan. Tidak seperti badan usaha yang bukan berbadan hukum seperti CV, Firma, dan Persekutuan Perdata dimana tanggung jawab perusahaan juga melekat pada lapangan harta kekayaan pengurus.
2. Usur Bersekongkol
Bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (8) UU 5/1999 mengatur bahwa persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
Bahwa dalam praktiknya, peradilan mengklasifikasikan jenis persekongkolan terbagi menjadi beberapa jenis yang terdiri sebagai berikut:
- Persekongkolan horizontal
Persekongkolan horizontal merupakan sebuah persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa pesaingnya.
- Persekongkolan vertikal
Persekongkolan vertikal merupakan persekongkolan yang terjadi antara salah satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan panitia tender atau panitia Lelang atau pengguna barang dan jasa atu pemilik atau pemberi pekerjaan.
- Gabungan antara persekongkolan horizontal dan persekongkolan vertikal
Gabungan antara persekongkolan horizontal dan persekongkolan vertikal adalah persekongkolan antara panitia tender atau panitia Lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa.
Praktik peradilan mengakui bahwa salah satu tindakan persekongkolan ialah perilaku diskriminatif yang dilakukan oleh panitia penyelenggara tender dimana panitia penyelenggara tender memberikan kesempatan eksklusif untuk berdiskusi dan presentasi kepada satu atau beberapa peserta tender dimana kesempatan tersebut tidak diberikan secara adil atau seimbang kepada peserta tender lainnya.
3. Unsur pihak lain
Bahwa yang dimaksud dengan unsur pihak lain merupakan para pihak yang secara horizontal dan/atau vertikal yang terlibat dalam proses tender yang melakukan persekongkolan tender baik pelaku usaha sebagai peserta tender dan atau subjek hukum lainnya yang terkait dengan tender tersebut.
Bahwa pihak lain baik secara horizontal dan/atau vertikal melakukan persekongkolan pada dasarnya untuk menguasai pasar dimana hal tersebut dapat mengakibatkan timbulnya monopoli yang bersifat tidak alamiah dan merugikan pelaku usaha lainnya serta konsumen dalam pasar.
4. Unsur Mengatur Dan Memenangkan Tender
Bahwa yang dimaksud dengan untuk mengatur dan memenangkan tender merupakan suatu perbuatan para pihak yang terlibat dalam proses tender secara bersekongkol yang bertujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya dan/atau untuk memenangkan peserta tender tertentu dengan berbagai cara. Pengaturan dan atau penentuan pemenang tender tersebut antara lain dilakukan dalam hal penetapan kriteria pemenang, persyaratan Teknik, keuangan, spesifikasi, proses tender dan sebagainya.
Bahwa praktik peradilan mengakui salah satu tindakan mengatur dan memenangkan salah satu atau beberapa peserta tender ialah dengan memberikan acuan tata tertib (term of reference) yang mengambang kepada para peserta tender dalam sebuah proses tender, sehingga tidak terdapat ketentuan pasti terkait komponen apa saja yang dinilai oleh pelaksana tender yang berujung pada diskualifikasi peserta yang bersumber dari subjektifitas penyelenggara tender.
5. Unsur Dapat Mengakibatkan Terjadinya Persaingan Usaha Tidak Sehat
Berdasarkan Pasal 1 ayat (6) UU 5/1999 mengatur bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Bahwa salah satu tindakan persaingan usaha tidak sehat ialah dimana satu pelaku usaha menggunakan informasi rahasia pelaku usaha lainnya baik informasi yang diperoleh melalui orang dalam maupun informasi yang diperoleh berdasarkan perjanjian untuk mengetahui dan memanfaatkan informasi pelaku usaha lainnya guna mendapatkan pasar dan/atau konsumen yang dituju.
IV. SANKSI
Bahwa dalam hal pelaku usaha baik penyelenggara maupun peserta tender terbukti melakukan tindakan persekongkolan dalam proses tender, berdasarkan Pasal 47 UU 5/1999 Komisi Pengawas Persaingan Usaha berwenang untuk memberikan sanksi administratif yang berupa:
- Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan Masyarakat;
- Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan;
- Penetapan pembayaran ganti rugi;
- Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000,- (satu miliar Rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar Rupiah).
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 48 ayat 2 UU 5/1999 juga mengatur bahwa pelaku usaha yang terlibat persekongkolan dalam proses tender dapat dipidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000,- (lima miliar Rupiah) atau setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar Rupiah) atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
V. KESIMPULAN
Bahwa untuk terhindar dari proses peradilan dalam hal memperoleh tender yang lahir dari proses persekongkolan, dalam hal ini penyelenggara tender dapat memberikan acuan tata tertib (term of reference) yang bersifat final dengan memuat variabel apa saja yang menjadi penilaian untuk memenangkan sebuah tender, selanjutnya penyelenggara usaha tidak melakukan perilaku diskriminatif kepada pelaku usaha lainnya dengan memberikan hak-hak yang setara kepada setiap pelaku usaha lainnya dalam sebuah proses tender serta mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
VI. DAFTAR PUSTAKA
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
- Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 35/KPPU-I/2010 tanggal 05 Januari 2011.
TIM PENULIS:

